UMKM atau Usaha Mikro Kecil Menengah semakin banyak digeluti oleh masyarakat Indonesia saat ini. Seiring dengan bertambahnya jumlah dari tahun ke tahun, persaingan pun semakin ketat. Inovasi demi inovasi dikerahkan agar laris di pasaran. Pergerakan ini tentu memberi kabar baik untuk perekonomian Indonesia; jumlah pengangguran pun berkurang karena penyerapan tenaga kerja, dan meningkatnya jumlah produk domestik bruto yang semakin besar.
Meskipun kesempatan ini menjamin untuk perkembangan perekonomian negara, nyatanya sebelum berbisnis, para pengusaha harus mempersiapkan diri dan mental untuk menghadapi sejumlah kendala. Pada umumnya, kendala-kendala seperti ini sering terjadi pada jenis bisnis apa pun dan setiap pengusaha direkomendasikan untuk mempelajarinya betul-betul sebelum memulai. Selain bisa mencegah sedari awal, kalaupun harus terjadi, bisa tahu bagaimana mengatasinya.
berikut kendala atau tantangan yang sering dialami oleh pelaku UMKM :
Daftar Isi
1. Kekurangan modal
Modal memang permasalahan paling klasik dan basic dalam dunia bisnis. Baik bisnis yang sifatnya offline maupun online, harus punya perencanaan yang matang soal sumber dana. Apakah modal yang akan dikeluarkan berasal dari kantong pribadi, investor, atau meminjam dana di koperasi? Jika modal yang kita putuskan berasal dari utang-piutang pada individu atau lembaga lain, pastikan kita pergunakan dengan bijak. Kalkulasikan dengan baik dan cermat sejak awal, berdisiplin terhadap uang masuk dan keluar dalam bisnis kita, agar pembayaran utang sesuai dengan kesepakatan awal.
2. Stuck dalam berinovasi produk
Bisnis yang berkembang adalah bisnis yang mampu berkreasi dan berinovasi dari waktu ke waktu. Biasanya, para pelaku UMKM merasa percaya diri pada ide awal, namun di tengah jalan malah kehilangan ide menghadapi zaman yang berkembang dan berubah-ubah. Terutama di era pandemi seperti saat ini. Merebaknya virus Covid-19 membuat segala lapisan masyarakat terkena dampaknya. UMKM di era pandemi juga harus memutar otak agar mengeluarkan inovasi terbaru untuk bisnisnya. Jika tidak, maka akibatnya adalah produk yang dikeluarkan cenderung monoton dan pemasukan yang dihasilkan stagnan dibandingkan kompetitornya.
Apabila bisnis UMKM yang dikelola sampai pada tahap ini, maka segeralah melakukan evaluasi. Mulai dari riset produk yang dihasilkan kompetitor, meninjau harga produk, menganalisa pasar, dan melakukan trial and error untuk produk-produk baru yang akan dirilis. Ikutilah pelatihan dan seminar bisnis yang mungkin akan membantu wawasan dan menambah semangat menjalankan usaha.
3. Minim informasi dalam mengembangkan bisnis
Menjalankan bisnis harus sepaket dengan pengetahuan yang up to date. Sehingga dapat mencegah kejadian seperti; bisnis baru sudah dirintis, namun tidak tahu bagaimana caranya untuk dikembangkan. Apabila ketidaktahuan ini tidak kunjung dipecahkan, maka bisnis yang dijalankan akan terancam gulung tikar pada usia dini. Oleh karena itu, selagi berbisnis, pengusaha UMKM harus memikirkan langkah selanjutnya untuk menjadikan bisnisnya tumbuh dan berkembang.
Di zaman sekarang, mengekspansi UMKM di dunia digital menjadi salah satu solusi yang layak diterapkan. Sembari membuka toko online, pelaku bisnis juga perlu mempelajari strategi bisnis yang jitu agar menjangkau banyak customer. Mulai dari menentukan website bisnis, media sosial untuk memasarkan, hingga mempelajari digital marketing.
4. Pelaku UMKM yang gagap teknologi
Masih berkaitan dengan poin sebelumnya, kendala ini juga menjadi halangan yang dialami pelaku UMKM. Gaptek atau yang berarti gagap teknologi biasanya disebabkan oleh faktor ekonomi, lingkungan, atau pendidikan. Faktor-faktor inilah yang mengakibatkan sulitnya pengusaha kecil hingga menengah mendapatkan akses yang canggih untuk menjangkau pasar yang lebih luas, terutama bagi mereka yang berusia senja.
Salah satu langkah untuk mengatasi masalah ini adalah; pemerintah yang lebih peka untuk menyebar informasi secara rata lewat seminar dan penyuluhan, sekaligus ketersediaan mereka yang membutuhkan pelatihan untuk datang ke acara penyuluhan-penyuluhan bisnis yang tersedia.
5. Kesulitan mendistribusikan barang
Perlu diakui, strategi pemasaran dari mulut ke mulut memang masih efektif untuk meraih konsumen lebih banyak. Namun, bukan berarti itu satu-satunya cara mendistribusikan barang. Karena, apabila pelaku UMKM hanya berpatokan pada cara itu saja, hasilnya adalah chanel yang dihasilkan hanya di lingkungan itu-itu saja. Tidak terlalu luas dan terbatas.
Lalu, bagaimana seharusnya?
Kerahkan usaha ekstra untuk membuka lapak di bazaar, pameran, atau acara-acara yang khusus digelar untuk para pelaku UMKM. Pastikan acara-acara tersebut sesuai dengan target pasar kita, dengan begitu produk yang kita jual sampai pada tangan konsumen yang tepat. Memang, biasanya untuk bisa membuka lapak di bazaar—terutama bila diselenggarakan di mal-mal ibukota—perlu modal yang cukup besar. Nah, di sini perlu diperhitungkan dulu agar pengeluaran tidak merugikan pemasukan yang dihasilkan. Setelah dirasa memang ideal, jangan lupa sebar brosur pada konsumen-konsumen baru kita agar tetap bisa mengorder produk di toko online yang tersedia.
6. Upgrade pembukuan dari manual menuju digital
Tantangan yang satu ini agak lebih berjuang untuk ditaklukkan, terutama bagi pengusaha yang sudah terlanjur melakukan pembukuan lewat catatan manual sejak awal merintis karier bisnisnya. Sebenarnya, pembukuan yang rapi memang menjadi kunci dalam menjalani bisnis. Namun dengan mencatat manual dengan pulpen dan kertas, memiliki risiko yang lebih banyak daripada pembukuan yang dicatat digital. Antara lain; bisa terjadi kerusakan, robek hingga hilangnya data-data karena tidak disalin. Bisa juga luntur yang mengakibatkan pencatatan jadi berantakan dan harus hitung ulang. Sementara pembukuan secara digital bisa di-back up di komputer dan e-mail perusahaan, sehingga bisa dicari dengan cara yang mudah apabila dibutuhkan suatu hari. Lewat pencatatan digital juga, apa yang mau di-input lebih detail; mencakup utang-piutang, laba-rugi, pajak bisnis, dan lainnya.